Sabtu, 15 Desember 2012

Kasih Telah Hadir Dalam Wujud Lain



Suatu hari saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya bahwa saya menginginkan perceraian. “Mengapa?”, dia bertanya dengan terkejut. “Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan”. Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah kepadanya, ‘Seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?’ (gumamku dalam hati). Dan akhirnya dia bertanya, “Apa yang harus saya lakukan untuk merubah pikiranmu?”. Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab pertanyaannya dengan pelan, “saya punya pertanyaan, jika kamu dapat menemukan jawabannya di dalam hati, saya akan merubah pikiran saya”.
“Sayangku, seandainya saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung, akan tetapi kita berdua tahu, jika kamu  memanjat gunung itu kamu akan mati, apakah kamu akan melakukannya untukku?”. Dia diam termenung dan akhirnya berkata, “Saya akan memberikan jawabannya besok.”. Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah. Saya hanya menemukan selembar kertas dengan coretan tangannya di bawah gelas berisi susu hangat. Disitu tertulis,
“Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi izinkan saya menjelaskan alasannya.”.
Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya, namun saya melanjutkan untuk membacanya.
“Kamu sering mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program-program di PC dan akhirnya menangis di depan monitor karena panik, namun saya selalu memberikan jari-jari saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya. Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu dan membukakan pintu untukmu ketika pulang. Kamu suka jalan-jalan ke luar kota, tapi kamu selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmu. Kamu selalu pegal-pegal pada waktu ‘teman baikmu’ datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal. Kamu senang diam di rumah dan saya selalu khawatir kamu akan menjadi ‘aneh’, dan aku harus membelikanmu sesuatu yang mampu menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang ku alami. Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku sambil tidur, dan itu semua tidak baik untuk kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya agar kelak ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu. Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu. Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati, karena saya tidak sanggup untuk membuatmu menangis, mengeluarkan air matamu atas kematianku. Sayang, saya tahu ada banyak orang yang mampu mencintaimu lebih dari kemampuanku mencintaimu, lebih dari apa yang dapat aku lakukan untukmu. Namun, jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku, tidak juga cukup bagimu, maka aku tidak akan bisa menahan dirimu untuk mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu.”.
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tapi saya tetap berusaha untuk membacanya.
“Sayang, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal bersamamu, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri di depan pintu menunggu jawabanmu. Jika kamu tidak puas sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia.”.
Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang makanan kesukaanku. Oh... kini saya tahu, tidak ada orang yang mampu mencintai saya lebih dari dia mencintaiku. Itulah cinta, disaat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu.

KAIZEN^^"